Minggu, 01 September 2013

Persahabatan dan Kematian Part 15

Keesokan harinya di rumah Cakka….
“Hei, ayo masuk” ajak Cakka. Rio, Alvin, Ray, Ify dan Shilla masuk ke dalam rumah Cakka.
“Om Hanny mana, Cak?” tanya Shilla.
“Bokap lagi di kamar. Bentar lagi turun” jawab Cakka. Benar saja, tak lama kemudian om Hanny, papa Cakka menemui Cakka dan teman-temannya.
“Hai, om” sapa Rio cs.
“Hai, kalian teman-teman Cakka, ya?” tanya om Hanny.
“Iya, om. Gimana perjalanan bisnisnya, om?” tanya Rio.
“Melelahkan. Om harus bolak balik Jakarta-Swiss satu bulan kemarin. Jadi nggak ada waktu buat nemenin Cakka di rumah” jawab om Hanny.
“Oh ya, pa. Cakka bawa temen-temen ke belakang ya” kata Cakka.
“Iya” jawab om Hanny. Cakka mengajak teman-temannya ke kolam renang yang terletak di belakang rumah Cakka.
“Mau berenang ya, Cak?” tanya Ray.
“Ya nggak lah. Lebih enak ngobrol disini” jawab Cakka. Pembantu Cakka datang membawakan makanan yang yang dibawa papa Cakka dari luar negeri. Makanan itu, langsung diserbu oleh teman-temannya.
“Wah, kayak ngerebutin sembako lo semua” kata Cakka.
“Kalau situasi kayak gini wajib, Cak. Jarang-jarang gue bisa makan cokelat Swiss” jawab Alvin. Mereka semua tertawa. Hari itu mereka habiskan di rumah Cakka. Mereka juga sempat menceburkan Ray ke dalam kolam.
“Oh ya, lusa gue ulang tahun. Gue mau ngerayain di luar. Lo semua pada mau ikut, kan?” tanya Alvin.
“Sip” jawab teman-temannya serempak. Sekitar pukul 2 siang, mereka pulang.
“Shil, gue antar ya?” tawar Rio. Shilla mengangguk.
“Ya udah, kita semua pulang dulu ya…” kata Ray. Alvin dan Ify pulang naik mobil, Ray pulang naik motornya, dan Rio pulang naik Motty membonceng Shilla.
“Shil, besok lo ada acara?” tanya Rio.
“Nggak. Emang ada apa?” tanya Shilla.
“Temenin gue beli kado buat si Alvin” jawab Rio.
“Boleh. Gue juga mau beli kado” kata Shilla. Setelah mengantar Shilla, Rio menyempatkan diri pergi ke makam Keke, Deva dan papanya. Sesampainya di tempat pemakaman, Rio menepuk dahinya.
“Mati gue! Gue lupa!” kata Rio. Setelah ia berdoa di depan makam ketiga orang yang disayanginya, ia segera memacu motornya kembali ke rumah.
“Ma….!! Mama!” panggil Rio.
“Iya, ada apa? Nggak usah pake teriak-teriak, Rio” jawab mamanya.
“Mama masih inget kak Tian, kan?” tanya Rio.
“Ya, dong. Masa mama lupa sama anak sendiri” jawab mama Rio.
“Rio tau dimana makam kak Tian, ma” kata Rio.
“Ha? Dimana?” tanya mama Rio.
“Di deket villa tempat kita terakhir pergi liburan dulu” jawab Rio. Rio menelepon teman-temannya. Setelah itu, Cakka dan yang lainnya datang.
“Kemana, Yo?” tanya Cakka.
“Ke makam ka Tian” jawab Rio.
“Dimana, kak?” tanya Ify.
“Deket villa” jawab Rio. Mobil Cakka melesat ke arah villa. Mereka sampai di villa.
“Kak Tian bilang, di belakang villa di deket pohon cemara” batin Rio. Rio mengajak mama dan teman-temannya ke belakang villa. Tampaklah sebuah makam di samping pohon cemara disana. Rio berjalan menuju makam itu. Tidak ada nama di nisan itu.
“Kamu yakin, ini makam kakakmu, Yo?” tanya mama Rio. Rio mengangguk.
“Waktu Rio koma, kak Tian sempet datang dalam mimpi Rio, ma. Dia bilang disini” jawab Rio. Tiba-tiba, seorang bapak-bapak datang menghampiri Rio.
“Permisi, den. Ada yang bisa saya bantu?” tanya bapak itu.
“Eh, iya pak. Mau tanya ini makam siapa, ya?” tanya Rio.
“Kalau bapak tidak salah, ini makam anak laki-laki yang kayaknya hilang 3 tahun lalu. Orang-orang nemuin dia sudah meninggal di tengah hutan. Bapak makamin aja dia disini” jawab bapak itu.
“Makasih ya, pak” kata Rio. Bapak itu mengangguk lalu pergi meninggalkan tempat itu.
“Pasti ini makam kak Tian” kata Rio. Mamanya mengangguk. Mama Rio berdoa sejenak di makam putra sulungnya itu. Setelah itu, mereka semua pulang.
Di rumah Rio…
“Rio, mama bersyukur akhirnya bisa menemukan makam Tian” kata mama Rio. Rio tersenyum lalu memeluk mamanya.
“Rio juga bersyukur, ma. Karena Rio masih punya mama disini dan akhirnya mama sembuh” jawab Rio.
“Ya udah, kamu mandi gih. Mama masak makan malam dulu” kata mama Rio. Rio menurut. Sesampainya di kamar, Rio mendengar suara yang berasal dari kamar Tian. Karena penasaran, Rio membuka pintu kamar Tian yang sudah lama tidak dibuka.
“Kak..” panggil Rio. Tian berada di dalam kamar itu. ia menoleh dan tersenyum pada adiknya.
“Thanks, Yo. Kamu udah bawa mama ke makam kakak. Kakak bener-bener kangen sama mama” kata Tian.
“Iya, kak” jawab Rio.
“Oh ya, ini mungkin terakhir kalinya aku nemuin kamu sebelum aku bener-bener pergi. Aku minta kamu jagain mama dan tolong urusin kamar aku ini” pesan Tian. Rio tersenyum.
“Pasti, kak” Lalu, Tian menghilang dari hadapan Rio. Sebuah senyum dari Rio mengiringi kepergian Tian.
Sekarang dia benar-benar sudah pergi untuk selamanya. Rio kembali ke kamarnya. Setelah mandi dan ganti baju, Rio menemani mamanya makan malam.
Keesokan harinya…
“Ma, Rio pergi bareng Shilla, ya” kata Rio.
“Iya. Mama perhatiin akhir-akhir ini kamu deket sama Shilla, ya?” komentar mama Rio. Rio tersenyum.
“Rio pergi ya, ma” Rio mencium tangan mamanya, lalu memacu Motty ke rumah Shilla. Setelah menjemput Shilla, Rio segera memacu motornya ke sebuah pusat pertokoan. Mereka mencari kado yang tepat untuk Alvin.
“Lo beli apa, Shil?” tanya Rio. Shilla menunjuk sebuah kupluk berwarna abu-abu.
“Bagus juga selera lo” puji Rio.
“Kalo lo beli apaan?” tanya Shilla.
“Wrist band keren warna biru” jawab Rio. Setelah membayar belanjaan. Rio mengajak Shilla ke toko buku.
“Beli buku apa, Yo?” tanya Shilla.
“Beli novel” jawab Rio. Setelah ia menemukan novel yang akan dibelinya, Rio membayar novel tersebut. Lalu, ia mengakhiri jalan-jalannya dengan Shilla di sebuah warung makan di pinggir jalan.
“Lo suka makan di tempat ini, ya Yo?” tanya Shilla.
“Iya. Lebih enak nikmatin suasana malam disini. Kesannya lebih nyata” jawab Rio.
“Gue juga” komentar Shilla. Setelah makan malam, Rio mengantar Shilla pulang. Lalu, ia pulang ke rumahnya sendiri. Sesampainya di rumah, Rio langsung masuk ke kamarnya. Ia menghempaskan tubuhnya ke tempat tidur. Besok adalah hari ulang tahun Alvin.
Hari ulang tahun Alvin di sebuah studio band.
“Kok disini, Vin?” tanya Cakka.
“Gue ngerayain ulang tahun sekaligus ngeresmiin studio band gue” jawab Alvin.
“Wah, keren ni studio, Vin” puji Ray sambil memegang drum yag ada di studio itu.
“Kenapa, Ray? Pengin nostalgia sama drum itu?” tanya Alvin. Ray mengangguk antusias.
“Sabar dulu, bro. Makan dulu” kata Rio. Mereka berenam merayakan ulang tahun Alvin dengan makan-makan di dalam studio band Alvin. Memang sederhana tapi sangat berarti untuk mereka. Tak lupa mereka berlima memberikan kado pada Alvin.
“Sumpah, hari ini hari ultah gue yang paling berarti” kata Alvin.
“Gimana kalo kita bikin band?” usul Ify. Yang lain saling berpandangan.
“Setuju!” seru mereka serempak. Akhirnya mereka berenam sepakat untuk membuat band.
“Moga persahabatan kita ini erat” doa Shilla.
“Amin” teman-temannya meng-aminkan.
“Gue sadar, kalo kita nggak boleh sia-siain hidup kita” kata Ray.
“Iya, dan gue nemuin hal yang terbesar dalam hidup gue” tambah Rio.
“Apaan tuh?” tanya Ify.
“Persahabatan dan kematian” jawab Rio. Teman-temannya terlihat bingung.
“Kita nggak boleh nyia-nyiain persahabatan yang kita jalin selama ini karena sahabat juga punya andil besar dalam hidup ini. Juga cinta yang diberikan orang-orang sekitar kita. Terutama ortu. Dan kematian, coba lo pikir, kita ini hidup untuk mati, kan?” jawab Rio.
“Iya. Kita semua pasti mati” tambah Shilla.
“Makanya kita harus gunain hidup kita sebaik-baiknya” kata Alvin.
“Makasih ya, selama ini lo semua ada di samping gue. Dan bantuin lewatin masa-masa sulit gue” kata Cakka.

“Gue juga. Tanpa kalian, masalah menyeramkan tempo hari nggak akan selesai” tambah Shilla. Mereka semua menghabiskan waktu di studio band Alvin. Mereka berenam berjanji untuk tidak akan pernah melupakan hari itu dan akan menjaga persahabatan mereka sampai kematian datang menjemput mereka.

Next Part >>>>>

Tidak ada komentar:

Posting Komentar