Sabtu, 20 Oktober 2012

Persahabatan dan Kematian part 11

Persahabatan dan Kematian part 11


“Kiki itu siapa, Cak?” tanya Ray. Cakka melihat Shilla. Shilla mengangguk.
“Nggak apa kok, Cak. Gue nggak apa-apa” kata Shilla.
“Kiki itu adalah orang yang selama ini ada di samping Shilla. Mereka selalu bersama dari lahir. Dengan kata lain, Kiki adalah kembaran Shilla, tapi mereka kembar yg dari beda sel telur” jawab Cakka yang membuat semua Rio, Alvin, Ify dan Ray terkejut.
“Kembaran? Lo punya kembaran, Shil?” tanya Alvin memastikan. Shilla mengangguk.
“Kiki meninggal karena bunuh diri” jawab Shilla.
“Kok bisa?” tanya Ify tidak percaya.
“Karena papa” jawab Shilla. Lalu melanjutkan.
“Gue sama Kiki selalu jadi perhatian banyak orang karena kekompakan kita berdua. Dulu Kiki adalah anak yang baik dan peduli pada orang-orang di sekitarnya. Sampai pada suatu hari, Kiki kecelakaan karena menyelamatkan seorang anak kecil di jalan raya. Sebuah mobil menabraknya hingga Kiki harus menghadapi kenyataan kalau kedua kakinya lumpuh. Sejak saat itu, Kiki kehilangan senyumnya. Papa
yang nggak bisa terima kenyataan malah membanding-bandingin gue dengan Kiki.
Papa bilang kalau Kiki sekarang nggak berguna lagi dan hanya gue yang bisa ngebahagiain beliau. Kiki nggak bisa terima dengan kata-kata papa yang dilontarkan padanya. Akhirnya, suatu hari gue nemuin Kiki udah meninggal di kamarnya. Kiki bunuh diri dengan cara menusuk perutnya sendiri” kata Shilla.
Shilla tidak meneteskan airmata sedikit pun. Diam-diam Rio kagum pada Shilla karena ketegarannya.
“Sorry ya, Shil. Kita nggak bermaksud buat ngungkit masa lalu lo itu” kata Ify.
“Nggak apa-apa. Toh, sekarang dia yang muncul lagi dalam kehidupan gue” jawab Shilla.
“Trus, kenapa lo bisa masuk rumah sakit jiwa?” tanya Alvin.
“Dua hari setelah Kiki meninggal, tiba-tiba gue bisa ngeliat kejadian duka yang pernah dialami orang lain. Gue nggak kuat dengan kemampuan gue itu. Gue sering teriak histeris kalau gue ngeliat kejadian duka orang lain. Papa dan mama malah masukin gue ke rumah sakit jiwa karena mereka nganggap gue depresi atas kematian Kiki. Disanalah gue mulai bisa ngeliat bayangan itu, dan gue ternyata bisa liat wujud aslinya yang ternyata adalah kembaran gue sendiri” jawab Shilla. Semuanya terdiam.
“Sekarang gue bener-bener takut. Musuh kita nggak cuma satu” kata Ray.
“Nggak, Ray. Kita nggak boleh takut. Lo harus lawan rasa takut lo itu” kata Ify. Rio dari tadi hanya diam membuat Alvin bingung.
“Yo, kenapa?” tanya Alvin.
“Gue penasaran, kenapa orang-orang di masa lalu kita malah menghantui kita sekarang?” jawab Rio.
“Gue juga, Yo. Padahal gue udah bisa ngelupain Dea. Tapi tiba-tiba, dia mncul lagi dalam hidup gue” kata Alvin.
“Vin, kalo boleh tau Dea itu siapa, sih?” tanya Cakka.
“Dia itu sahabat gue dari kecil. Dia meninggal tepat pada hari ulang tahunnya yang ke 17. Polisi menduga, kalau Dea itu dibunuh” jawab Alvin.
“Yang jadi pertanyaan besar dalam benak gue sekarang adalah apa maksud mereka membunuh orang-orang yang kita sayangi?” kata Rio. Lalu, ia berpikir sejenak.
“Fy, Shil, lo berdua bisa ngeliat wujud asli bayangan itu, kan?” tanya Rio. Ify dan Shilla mengangguk.
“Lo bakal mainin peran yang besar dalam usaha kita kali ini” kata Rio. Teman-temannya saling berpandangan bingung.
“Maksud lo, Yo?” tanya Ray.
“Ify dan Shilla harus bisa ngomong sama mereka” jawab Rio. Ify bergidik. Alvin mengetahui perasaan adiknya.
“Lo harus usaha buat ngilangin rasa takut lo itu, Fy” kata Alvin menenangkan adiknya itu. Ify mengangguk.
“Gue akan coba” kata Ify.
“Gue juga” tambah Shilla. Tiba-tiba pintu rumah Rio diketuk, padahal jam sudah menunjukka pukul sembilan malam.
“Siapa sih malam-malam gini” keluh Rio. Ia berjalan ke ruangan depan untuk membuka pintu. Pada saat Rio sudah membuka pintu, tidak ada siapa-siapa. Hanya sebuah kertas yag ditemukannya. Rio mengambil kertas itu dan melihatnya. Kengerian menyelimuti dirinya saat membaca tulisan yang ada di kertas itu. Lama sekali Rio berada di depan pintu, membuat Alvin dan yang lainnya khawatir pada Rio.
Alvin memutuskan untuk melihat Rio ke depan. Ia menghampiri Rio yang sedang membaca sebuah surat.
“Lo lama amat, Yo? Siapa tadi kesini?” tanya Alvin.
“Kak Tian” jawab Rio datar.
“Maksud lo?” tanya Alvin.
“Ini” Rio memperlihatkan kertas yang dibacanya tadi pada Alvin. Kertas itu berisi sebuah gambar villa dan alamatnya. Alvin menaikkan satu alisnya.
“Gue nggak ngerti, Yo” kata Alvin. Rio menutup pintu dan mengajak Alvin kembali ke tempat teman-temannya.
“Siapa, Yo?” tanya Cakka. Rio hanya diam.
“Siapa, Vin?” tanya Shilla. Alvin mengangkat bahu.
“Gue juga nggak tau. Kata Rio kak Tian” jawab Alvin.
“Kok lo bisa bilang kayak gitu, Yo? Emang Tian bener-bener datang kesini, ya?” tanya Ray.
“Nggak. Tapi ini buktiin kalo kak Tian yang datang” jawab Rio. Ia memperlihatkan kertas yang ditemukannya tadi. Teman-temannya melihat isi kertas itu.
“Gambar villa?” tanya Ify. Rio mengangguk.
“Disana tempat kita sekeluarga ngabisin waktu liburan sebelum kak Tian hilang” jawab Rio.
“Gimana lo bisa yakin kalo itu bener-bener Tian?” tanya Alvin. Rio menunjuk tulisan yang berada di belakang kertas itu. Ada tulisan ‘Must be there’.
“Must be there?” tanya Shilla.
“Kak Tian selalu ngomong itu ke gue. Soalnya gue itu lamban dan kak Tian capek nungguin gue terus kalo mau ke suatu tempat. Jadi, kak Tian selalu pergi duluan dan ngasih alamat tempat itu dan bilang ‘must be there’ yang artinya gue harus kesana” jawab Rio.
“Kita harus kesana” kata Ify.
“Sekarang? Udah malam kayak gini?” tanya Ray.
“Nggak. Kita kesana besok pagi” jawab Rio. Setelah itu, mereka semua kembali ke kamar masing-masing. Malam itu tidak seorang pun yang bisa tidur. Pukul 1 dini hari, dalam keheningan malam terdengar suara Shilla sedang berbicara dengan seseorang, tapi bukan Ify. Cakka yang mendengar itu, langsung membangunkan Ray. Ia memberi isyarat pada Ray untuk memberitahu Rio dan Alvin. Ray mengirimkan
pesan ke hp Rio.
From : Ray
Yo, cepet ke bawah
Rio yang membaca pesan dari Ray itu segera mengajak Alvin untuk menuju ke bawah. Sesampainya di bawah, Rio dan Alvin menemukan Ray dan Cakka sedang menguping di depan kamar Ify dan Shilla.
“Ada apa?” tanya Rio.
“Sst…” Ray menyuruh Rio untuk diam lalu memberi isyarat pada Rio dan Alvin untuk mendengarkan pembicaraan yang sedang berlangsung di dalam kamar Shilla dan Ify.
“Maksud kamu?” terdengar suara Shilla.
“Kalau kamu ingin semua teman-teman kamu selamat, malam ini juga kamu harus pergi ke villa itu” kata suara seorang cowok. Rio mengenal suara itu. tanpa basa-basi lagi, Rio membuka pintu kamar. Seketika itu juga, bayangan hitam yang sedang bicara dengan Shilla itu menghilang.
“Rio?” tanya Shilla.
“Tadi pasti kak Tian. Gue yakin itu kak Tian” kata Rio. Shilla mengangguk.
“Kita harus pergi ke villa itu” kata Ify. Akhirnya, malam itu juga mereka berenam berangkat menuju villa yang ditunjukkan oleh gambar. Mereka berangkat dengan mobil Cakka.
“Yo, villanya jauh ya?” tanya Alvin. Rio mengangguk. Dalam perjalanan itu, Ray tertidur. Dan tiba-tiba dia terbangun.
“Kenapa, Ray?” tanya Alvin yang duduk di sebelah Ray.
“Oliv…” jawab Ray.
“Siapa?” tanya Ify.
“Olivia, mantan personil band gue” jawab Ray. Lalu melanjutkan.
“Gue punya firasat kalo dia salah satu dari bayangan itu” kata Ray.
“Ha? Musuh kita nambah lagi” jawab Alvin.
“Dia cewe yang mutusin untuk keluar dari band lo dan meninggal dalam kecelakaan mobil, kan?” tanya Shilla. Ray mengangguk.
“Kok lo..?” tanya Ray.
“Shilla bisa liat kejadian duka yang dialami seseorang” jawab Rio. Malam itu menjadi malam yang sangat mencekam bagi mereka berenam. Perjalanan itu membutuhkan waktu 2 jam, hingga akhirnya mereka sampai di sebuah villa yang sama persis dengan gambar yang diterima Rio tepat jam 3 pagi.
“Gila! Serem banget ni villa” komentar Cakka. Villa besar itu terletak diantar dua pohon beringin besar yang mengapitnya. Seakan-akan pohon itu yang menguasai suasana yang mencekam itu.
“Yo, bener ini tempatnya?” tanya Alvin.
“Iya. Gue yakin. Gue masih inget villa ini” jawab Rio. Rio membuka pagar villa dan masuk ke dalamnya. Alvin, Cakka, Ray, Shilla dan Ify mengikutinya di belakang. Rio membuka pintu masuk ke villa itu.
“Vin, lo bawa senter kan?” tanya Rio.
“Iya” jawab Alvin sambil menyalakan senternya. Mereka berenam masuk ke dalam villa dengan mengandalkan sebuah senter.
“Trek…trek…” sebuah suara mengejutkan mereka berenam. Alvin mengarahkan senter ke arah sumber suara.
“Cit..cit…” ternyata hanya seekor tikus. Lalu, mereka meneruskan langkah mereka.
“Krieet….tok” terdengar suara pintu ditutup. Kali ini mereka berenam benar-benar terkejut.
“Feeling gue bilang kalo itu mereka” kata Shilla.
“Suaranya dari atas” kata Rio. Mereka berjalan menuju lantai atas. Langkah mereka tertuju pada sebuah kamar yang terletak paling ujung.
“Yo, jangan dibuka” kata Ray.
“Kenapa? Takut lo?” tanya Cakka.
“Nggak. Serem aja” jawab Ray.
“Tapi, gue ngerasa kalau jawaban dari pertanyaan-pertanyaan kita selama ini ada di dalam sana” kata Rio. Terdengar suara dari dalam kamar itu. Ify memegang tangan Alvin.
“Tenang, Fy” kata Alvin. Tiba-tiba, senter Alvin mati.
“Sial!” kata Alvin. Ia memukul-mukul senternya. Akhirnya, senter itu hidup kembali. Rio memutuskan untuk membuka pintu itu. Jantung mereka berdegup kencang.

Next Part >>>>>

1 komentar: